Kamis, 14 Agustus 2014

How I Met My Half Soul

Berawal dari social media bernama Twitter. Tahun 2012. Saya bermain account "role-play" di sebuah account baru yang saya buat. Mungkin hanya segelintir orang yang tahu apa itu role-play. Role-play adalah main peran. Dimana kita bisa menjadi siapapun yang kita mau di situ.

Beberapa bulan kemudian, ada seorang lelaki yang yah, bisa dibilang ingin mendekati saya. Dari hari ke hari, lelaki itu selalu mengirimkan pesan lewat LINE yang sebenarnya sering saya tidak tanggapi apalagi membalasnya. Tapi ada waktu dimana saya merasa bosan dan membalas pesannya. Talking much and I know more about him. Siapa nama dia sebenarnya dan apa kesibukannya. Begitupun sebaliknya. Tapi, lagi lagi keesokan harinya saya tidak lagi membalas pesan-pesannya. Bisa dibilang saat itu saya sedang sibuk dengan laki-laki seusia saya untuk tahap penjajakan hubungan. Ah, ya usia saya dan lelaki pengirim pesan-pesan tak berbalas itu sekitar 6 tahun. Dimana saya masih mengenakan seragam putih abu-abu dan dia telah mengenakan pakaian kerjanya.


Lalu, lost contact. Saya pun tidak mempedulikannya. Toh saya mengenal dia hanya sebatas teman chatting. Namun beberapa minggu kemudian dia mengirimkan saya pesan lewat Text Message. Handphone-nya hilang. "Loh kok dia bisa dapet nomer gue lagi?". Nah, saya dulu pernah memberikan nomer handphone saya lewat Direct Message di Twitter. Lalu kita saling Add Friend di LINE lagi. Perlakuan saya terhadap dia masih sama, jarang membalas pesannya. Tapi anehnya, dia selalu membantu saya saat saya sedang kesulitan. Bukan cuma sekali. Sempat tersirat di benak saya, "dia memang baik atau bodoh sih..". Secara saya saja jarang membalas pesannya. Tapi kok, dia terus-terusan membantu.

Setelah berkali-kali janjian untuk kopi darat, dan berkali-kali batal. Akhirnya terlaksana juga aksi kopi darat itu. First impression saya, "ah bukan tipe gue". Setelah pertemuan itu, saya semakin jarang membalas pesannya. Saya membalas pesannya hanya ketika sedang bosan.

Singkat cerita, kita bertemu lagi. Di pertemuan yang kedua ini, saya dan dia berbicara banyak hal. Tanpa sadar, rasa nyaman pun datang bersamaan dengan rasa ketertarikan. Aneh memang, di saat pertemuan pertama saya berfikir laki-laki ini bukan tipe saya tapi sekarang saya malah tertarik. 


Lalu kita bertemu lagi. Sepulang dari pertemuan itu, saya memiliki pacar. Bukan. Saya bukan berpacaran dengan dia, tapi dengan lelaki lain. Namun semenjak saat itu, saya dan dia tetap dekat. Karena memang saya tidak menyukai pacar saya. Lalu kenapa pacaran? Jujur, saya paling tidak tega menolak perasaan seseorang.

Akhirnya ada saat dimana saya berani menyudahi hubungan saya dengan pacar saya. Setelah hubungan saya berakhir, saya mulai memfokuskan diri untuk membangun hubungan bersama dengan laki-laki it. Iya, dia. Dia si Pengirim Pesan Tak Terbalas. Dia si Laki-Laki Yang Saya Sukai Sejak Pertemuan Kedua.

Dia mengunjungi rumah saya. Berkenalan dengan Ayah saya. Ah, senang rasanya begitu mendengar bahwa Ayah saya menyukai sikapnya. Malam itu, di teras rumah saya, sembari menggenggam tangan saya, dia berkata..
"gak usah pake adegan nembak-nembakan kayak ABG ya, pokoknya aku mau serius sama kamu"
Senang rasanya.

Mungkin kalian berfikir, apa yang dia bilang pasti hanyalah fiktif belaka alias janji-janji manis yang akhirnya kandas, apalagi usia saya masih 18 tahun. Saya pun juga berfikir begitu. Tapi, bahagia rasanya saat dia bilang bersedia menunggu saya untuk siap menjadi Ibu untuk anak-anaknya kelak. Untuk menjadi pendamping hidupnya. Dan bahagia pula saat saya diperkenalkan di hadapan orangtuanya. Dan bahagia saat Ayah saya merestui hubungan kami untuk ke jenjang yang lebih serius beberapa tahun lagi. 

"Semua yang terjadi pada kita dari tahun ke tahun adalah sebuah skrip Tuhan yang disusun sebaik mungkin untuk mendapatkan akhir yang bahagia. Aku bersyukur telah dipertemukan dengan lelaki sebaik dirimu. Aku harap suatu saat nanti kaulah pendamping hidupku. Aku harap, aku adalah Ibu dari anak-anakmu. Biarlah tulisan ini menjadi bacaan hangat sebelum kita tidur. Aku mencintaimu, Sayang."