Senin, 24 Juni 2013

Apakah Ini Cinta atau Perasaan Sesaat?


Aku menulis ini saat aku sedang menunggu seorang lelaki yang tertidur pulas di hadapanku. Aku menunggunya terjaga. Tentu saja dibatasi dengan layar laptop. Lelaki yang membuatku bingung setengah mati. Terkadang, dia begitu menjengkelkan dengan begitu banyak kata-kata kasarnya. Tapi terkadang, aku merindukan sosoknya. Malam ini, aku melihatnya. Melihat kegilaannya, melihat tingkahnya yang masih seperti anak umur 5 tahun, begitu lucu.

Apakah lelaki itu milikku? Tentu saja, bukan. Dia bukan milik siapapun, tapi hatinya milik seorang perempuan di masa lalunya. Ah, mengapa aku merasa begitu sakit untuk mengatakan bahwa hatinya masih milik oranglain? Bagaimana bisa seorang lelaki yang masih mencintai perempuan di masa lalunya, mengatakan bahwa dia mencintaiku? Apakah itu suatu keseriusan atau hanya kata-kata pelarian?

Beberapa jam yang lalu, lelaki itu menceritakan kenangan-kenangannya dengan perempuan itu. Dia bahagia saat bersama dengan perempuan itu, lalu mengapa aku harus bersedih? Mengapa aku begitu takut kehilangan? Beberapa menit yang lalu, dia membisikkan satu hal yang membuatku merasa terbang jauh: I love you.

Aku tahu, tidak ada yang bisa menggantikan posisi perempuan itu di hatinya. Jikalaupun ada, itu bukanlah aku. Aku sadar diri, aku tidak sesempurna perempuan yang ia ceritakan. Aku tidak sesabar perempuan itu. Aku tidak sehebat perempuan itu. Bahkan, aku tidak lebih baik dari perempuan itu.

Apakah rasa cinta mulai tumbuh? Akupun tidak tahu apakah ini cinta atau hanya perasaan sesaat. Akupun tidak tahu apakah aku benar-benar takut kehilangan sosoknya atau hanya takut kehilangan seluruh perhatiannya. Perhatian-perhatian darinya seharusnya takpernah aku artikan lebih, karena bisa saja dia melakukannya pada semua perempuan.

Yang pasti, malam ini aku mengetahui akan satu hal. Dia masih mencintai perempuan di masa lalunya.

Minggu, 16 Juni 2013

30 Hari Setelah Hari Itu....

Tepat satu bulan yang lalu, perasaan ini tumbuh. Cinta ini berawal dari senyuman manismu ketika aku membukakan pagar rumahku untukmu. Senyuman itu begitu manis. Suara itu begitu hangat ketika kaumenyapaku. Wajah itu begitu mempesona.

Telah 30 hari kulalui tanpa dirimu, tanpa tahu kabar tentangmu. Semua berjalan begitu lambat. Ini semua menyakitkan. Tiada hari kulewati tanpa mengingat dirimu. Apakah kautelah menemukan pelabuhan lain? Aku terkejut, begitu cepat kaumelupakan semua tentang kita. Sebegitu tidak berartikah diriku untukmu? Rasa ini masih ada. Getaran ini masih ada setiap kali aku mendengar namamu. Ketahuilah, tak ada satupun orang yang dapat membuatku tertawa selepas ketika bersamamu. Tak ada satupun orang yang dapat membuatku nyaman seperti saat kaumemelukku. Tak ada orang yang sepandaimu saat membisikkan dengan hangat sebuah kata cinta.

Aku begitu merindukanmu. Seharusnya, aku belajar untuk melepaskan dan mengikhlaskan. Tapi kebersamaan kita telah membuatku lupa caranya melepaskan. Aku terlalu mencintaimu. Aku rasa, aku takkan pernah merelakanmu menghabiskan waktumu bersama oranglain. Menggenggam jemari oranglain. Merengkuh oranglain kedalam pelukmu. Memberikan ciuman hangatmu di kening oranglain. Atau bahkan membisikkan kata cinta pada oranglain. Ah, sangat menyakitkan bila membayangkannya.

30 hari bukanlah waktu yang sebentar, menurutku. Aku menunggumu menyapaku meskipun hanya lewat chatting. Aku merindukan suara indahmu ketika menyebut namaku. Aku merindukan hangatnya pelukmu saat merengkuh tubuhku. Aku merindukan semua tentangmu, tentang kita. Aku begitu bahagia saat bersamamu.....dulu. Sebelum pada akhirnya kaupergi meninggalkanku tanpa memberiku kepastian dan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Apakah benar kauhanya mampir ke dalam hatiku tanpa pernah berniat untuk tinggal? Lalu, apalah arti semua perhatian yang telah kauberikan? Begitu tak berartikah? Atau mungkin kaumemperlakukan semua wanita dengan rata? Memeluknya, menggenggam jemarinya, lalu membisikkan kata cinta. Apakah iya?

Sosokmu begitu sempurna dimataku. Aku takpernah bisa melihat sisi celamu. Mengapa aku harus merasakan rasanya dibuang, lagi? Mengapa aku harus kehilangan orang yang kucintai, lagi? Mengapa hidup ini kejam? Mengapa cinta menyakitkan? Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Sakit rasanya merindukanmu dengan amat sangat. Lelah rasanya menghabiskan airmata sebelum akhirnya tertidur pulas. Hancur rasanya ketika membuka mata dan menyadari bahwa kautak di sisiku lagi.

Aku takingin kaumerasakan apa yang kurasakan sekarang. Itu terlalu menyakitkan dan menyedihkan. Aku hanya ingin kita bersama. Menghabiskan waktu bersama, lagi. Berbagi kisah, canda dan tawa, lagi. Segalanya hanya kau dan aku. Tanpa pernah memiliki akhir yang buruk. Tanpa pernah kaumeninggalkanku. Tapi, mimpi hanyalah mimpi. Itu semua hanya angan-angan belaka. Aku hidup di dunia nyata. Dan kenyataannya adalah, kautelah pergi jauh tanpa pernah memutar balik tubuhmu untuk kembali padaku dan merengkuhku ke dalam pelukmu.

Minggu, 09 Juni 2013

Aku Menunggumu Kembali....

Aku menulis ini sesaat setelah aku membaca kembali percakapan-percakapan hangat kita di pesan singkat. Aku menulis ini ketika aku merasa sangat merindukanmu. Aku menulis ini saat aku tidak tahu lagi dimana aku dapat menumpahkan semua perasaan ini. Sakit, sedih, rindu, semua campur aduk. Apakah kaupernah memikirkan perasaanku? Setidaknya berfikirlah apa yang kurasakan saat kaupergi.

Mengapa kauterus mengabaikanku dan perasaan ini? Bodohnya aku, tetap bertahan dan memperjuangkanmu padahal kautelah memberi isyarat bahwa aku tak berarti apa-apa untukmu. Tapi aku terus bertanya, mengapa kaumemberi begitu banyak harapan untukku? Mengapa kaumasuk memberi warna ke dalam hidupku jika akhirnya kaujuga yang menghapus semua warna itu?

Aku begitu merindukanmu. Tidak bisakah kita bertemu tatap sebentar saja? Secara kebetulan, mungkin. Aku selalu berdoa dan berharap kita bisa bertemu lagi. Meskipun sampai sekarang, doa itu tak kunjung terkabul. Aku begitu mengharapkanmu. Berharap kaumemberi penjelasan atas semua perhatian yang kauberikan. Memberi penjelasan atas semuanya. Aku masih menunggu sepatah kata yang terlontar dari mulutmu.

Maaf jika aku masih tidak bisa menghapus rasa ini. Maaf jika aku masih menggantungkan harapanku padamu. Maaf jika aku masih menunggumu kembali. Maaf.....

Aku akan menunggu saat itu tiba. Saat-saat dimana kaumemutar balik tubuhmu dan kembali padaku. Meskipun kemungkinannya setipis rambut dibelah tujuh, sangat tipis. Tapi aku tetap menunggu, aku tetap berharap, aku tetap mencintaimu. Memperjuangkan rasa ini.

Aku menunggumu kembali, Sayang.

Jumat, 07 Juni 2013

Melupakanmu Tak Semudah Yang Kukira



Jemari-jemari ini. Jemari yang memiliki kuku berwarna merah muda berpadu biru. Jemari yang merindukan genggamanmu. Seperti aku yang merindukan dirimu. Takpernah ada terbesit rasa ingin menghapusnya. Kubiarkan warna-warna kuku ini hilang dengan sendirinya, seperti aku membiarkan perasaan ini hilang dengan sendirinya. Dari hari ke hari, warna-warna kuku ini memudar dan hampir menghilang. Tapi perasaan ini takpernah berubah, tidak memudar sedikitpun. Ternyata, melupakanmu tak semudah yang kukira.

Kuku-kuku manis ini mengingatkanku kepada pertemuan singkat kita. Mengingat setiap percakapan, setiap gurauan, semuanya. Aku dapat mengingat semuanya. Kamu bukanlah orang yang patut aku cintai. Mengapa aku cenderung takpernah bisa mendapatkan apa yang aku cintai? Sampai pada akhirnya orang itu pergi, dan hanya ada rasa penyesalan yang terbesit. Aku menyesal takpernah mencegahmu pergi. Aku menyesal takpernah berusaha untuk berkata jujur tentang perasaanku padamu. Aku menyesal telah meninggikan rasa egoisku untuk tetap memendam perasaan ini sendirian.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Setelah aku merasa kehilangan. Setelah aku merasa semuanya telah pergi. Setelah aku sadar bahwa aku takbisa tanpamu. Setelah aku tahu bahwa kaubegitu berarti untukku. Sekarang, terlambatkah aku jika memintamu kembali padaku? Salah. Kamu takkan kembali, karna kaudatang bukan untuk tinggal. Melainkan hanya untuk singgah sebentar tanpa ada niat untuk menjadikanku sebagai rumahmu.

Terlalu sakit memang. Memendam perasaan ini sendirian tanpa tahu apa yang kaurasakan sebenarnya. Tapi jika kaumemang mencintaiku, kautakkan pergi kan? Jika kaumencintaiku, kautakkan mencampakkanku begitu saja kan?

Seharusnya aku sadar, kauhanya ada di dalam mimpiku. Di dunia nyata, aku hanyalah seorang wanita yang berharap dicintai oleh orang yang kucintai. Haruskah aku mengucapkan selamat tinggal pada saat aku ingin tetap menunggumu? Aku takkan pernah mengucapkan selamat tinggal, karna perasaan ini selalu ada untukmu.

Aku sangat merindukanmu.
Semoga kita bisa terlibat pertemuan lagi, Sayang.

Rasa Bahagia dan Sedih Selalu Terbesit Setiap Kuingat Dirimu

Hari ini entah mengapa, aku merasa sangat bahagia. Aku terlibat pertemuan dengan salah satu temanmu, dia bercerita banyak tentangmu. Kami membagi kisah. Sungguh, aku bahagia. Tapi tanpa sadar, airmataku terjatuh saat bercerita tentang kita yang dulu. Mengapa aku masih tidak bisa mengendalikan perasaan ini?

Ingatan itu kembali berputar-putar di kepalaku. Kaupasti bertanya-tanya mengapa aku bisa jatuh cinta secepat itu padamu. Hanya sekali terlibat pertemuan. Ya, akhirnya aku percaya cinta pada pandangan pertama. Tapi sebenarnya, aku telah mengagumimu sejak aku duduk di bangku SMP. Sejak pertama aku mengenalmu. Akupun bertanya-tanya mengapa aku bisa jatuh cinta padamu dan semakin mengagumimu hanya dalam sekali pertemuan.

Mungkin ini jawabannya. Kaudapat membuatku merasa nyaman saat berada di sisimu. Caramu menghargaiku saat berbicara. Caramu menghargai seorang wanita. Caramu berbicara padaku. Caramu menatapku. Semuanya. Semuanya membuatku jatuh cinta dan semakin mengagumimu, Sayang.

Jika kautidak merasakan hal yang sama, mengapa kaubegitu banyak memberikan harapan untukku bila akhirnya kaumalah pergi meninggalkanku tanpa pernah mengatakan selamat tinggal? Kamu memang takpernah menyatakan bagaimana perasaanmu terhadapku. Tapi, aku bisa merasakannya dari rangkulanmu, genggamanmu, dan pelukanmu. Begitu hangat dan membuatku nyaman. Bisakah kita mengulangnya tanpa pernah memiliki akhir yang buruk? Masih pertanyaan yang sama selalu kulontarkan.

Tidakkah ada niat sedikitpun untuk menghubungiku lagi? Tidakkah ada namaku di hatimu? Tidakkah kamu sadar seberapa dalam rasa cinta ini? Tidakkah kamu tahu seberapa besar aku mengagumimu? Tidakkah kamu tahu seberapa sering aku merindukanmu? Sungguh, mencintai dan merindukanmu adalah hal tersakit yang pernah kurasakan. Tapi, aku merasakan bahagia di saat yang sama. Aku bahagia masih bisa mengingat semuanya, meskipun menyakitkan. Aku bahagia karna mencintaimu. Meskipun aku takpernah tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya terhadapku.

Aku mencintaimu, Sayang. Selalu.

Kamis, 06 Juni 2013

Salahkah Jika Aku Masih Menggantungkan Harapanku Padamu?

Aku selalu memulainya dengan tangisan setiap kali aku mengingatmu. Salahkah jika aku masih menggantungkan harapanku padamu? Hidupku terasa begitu hampa kini, tanpamu di sisiku. Aku merindukan hangatnya setiap obrolan yang kita lewati. Begitu nyaman rasanya menghabiskan waktu bersamamu. Semua terasa indah.....dulu. Sebelum akhirnya aku merasakan kehilangan. Aku merindukanmu, lagi. Aku ingin berbagi banyak cerita lagi denganmu.

Begitu banyak hal yang kupikirkan. Semua tentangmu. Aku tak pernah siap melihatmu bersama oranglain. Aku tak pernah siap untuk merelakan kamu bersama oranglain. Aku memang tidak punya hak, jadi aku hanya bisa melihatmu bersamanya dari jauh. Aku selalu membayangkan dan bertanya-tanya, adakah satu nama di hatimu? Apakah itu aku?

Aku memang terlalu bodoh untuk memperjuangkan cinta ini. Rasa gengsiku terlalu tinggi untuk membiarkan kamu pergi tanpa pernah memintamu kembali. Akupun terlalu tolol untuk tetap memilih menggantungkan harapanku padamu. Tapi, bukankah cinta memang harus diperjuangkan? 

Terlalu banyak pertanyaan yang tidak dapat kutanyakan padamu. Saat ini, aku tak tahu disebut apa perasaan ini. Aku merindukanmu, menginginkanmu kembali, tapi aku benci saat kamu meninggalkanku, hati ini sakit, tapi aku tetap mencintaimu, aku takkan pernah bisa melihatmu bersama oranglain.

Aku memang egois. Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang menjadi alasan mengapa kaubegitu bahagia. Aku ingin memilikimu, tanpa ada seorangpun yang bisa memilikimu. Tapi, bukankah cinta itu memang egois?

Hari demi hari telah kulewati tanpamu. Tawa ini tidak serenyah saat bersamamu. Hati ini tak lagi segembira saat kita bersama. Mata ini terus meneteskan air, air kesedihan tentunya. Tidak bisakah kita mengulang semuanya tanpa memiliki akhir yang buruk?

Aku sangat senang kita pernah terlibat pertemuan singkat. Bahkan, aku terlibat dalam perasaan cinta. Aku, bukan kita. Aku tak pernah tahu apakah kamu merasakan getaran yang sama atau tidak. Tapi, tidak mungkin kamu tidak mengetahui bahwa aku tergila-gila padamu. Tidak mungkin kamu tidak menyadari bahwa aku mencintaimu. Tidakkah kamu merasakannya lewat pelukanku? Tidakkah kamu merasakannya lewat genggaman tanganku? Apakah kamu tidak sepeka yang aku kira sampai-sampai kamu tidak dapat merasakannya.

Aku takut kamu takkan pernah kembali. Aku takut kamu benar-benar pergi tanpa pernah memutar balik dan kembali ke pelukanku. Aku takut ada seseorang di hatimu, dan itu bukan aku. Masih banyak lagi ketakutan yang aku rasakan. Aku selalu berfikir, salahkah aku jika masih menunggumu? Salahkah aku jika masih menggantungkan harapanku padamu?

Minggu, 02 Juni 2013

Tahukah Kamu Rasanya Menahan Tangis dalam Kerinduan?

Setiap hari, aku terpaku menatap layar monitor. Menunggu kabarmu, meskipun hanya dalam pesan singkat atau mungkin lewat chatting. Dari hari ke hari kumenunggu, tak satupun kabar yang kudapat. Begitu tidak pentingkah aku bagimu? Begitu tidak berkesankah kenangan kita selama ini? Tidakkah kamu merindukanku seperti aku merindukanmu?


Dulu, kaulah satu-satunya orang yang bisa membuatku tersenyum ketika menerima pesan singkat darimu. Terlalu banyak gurauan, aku menyukainya. Apapun itu, jika bersamamu, aku pasti menyukainya.


Aku merindukan semua hal tentang kita. Bisakah kita mengulang kembali kenangan itu? Kenangan yang mungkin bagimu tidak penting untuk diingat. Tapi aku mengingatnya sangat lekat. Aku merindukan sebuah tawa dari seribu gurauanmu. Aku masih membiarkan kuku-kuku manisku ini berwarna merah jambu berpadu biru, agar aku tetap mengingat bahwa kita pernah terlibat pertemuan singkat, agar aku mengingat bahwa kaupernah menggenggam jemariku dan mengulasnya dengan pewarna kuku, agar aku mengingat bahwa kita pernah saling bersama tanpa saling memiliki.


Tahukah kamu? Percayakah kamu? Bahwa aku masih mengingat setiap detail cerita yang kaulontarkan, setiap ucapan yang kaukatakan. Kaubegitu menyukai warna biru, kauadalah pengangum tim bola Chelsea, gelang-gelang manis di tanganmu berwarna biru-merah-hitam. Aku menambah pewarna kuku di jari telunjuk dan jari tengahmu. Masihkah kauingat? Apakah semua hal itu telah kaubuang begitu jauh? Begitu banyak hal yang kauceritakan padaku. Aku berfikir, bukankah seorang pria hanya banyak bercerita pada orang yang dapat membuatnya nyaman? Tapi aku sadar, kenyamanan bukanlah jaminan bahwa kaujuga menyayangiku.


Aku selalu menunggu kabar tentangmu, meskipun hanya dari oranglain. Setidaknya, aku tahu bagaimana kabarmu sekarang. Aku hanya berharap kita dapat bertemu lagi, membagi kisah, berbagi canda. Seperti yang kaubilang; jika aku mendapatkan kesulitan, kauakan selalu ada. Aku mendapat banyak kesulitan. Aku sulit untuk melupakanmu, aku sulit menghapus rasa ini, aku sulit membuang semua fikiran tentangmu. Haruskah aku membagi itu semua denganmu? Setelah itu, akankah kauberbalik dan kembali kepadaku atau malah pergi jauh dan tidak pernah kembali lagi? Aku tidak siap.


Aku selalu disini, menunggumu kembali padaku dan menjadikanku rumah untukmu. Berjalanlah kemanapun kausuka, kemanapun kaumau. Aku akan menunggu. Tapi jika kaukehilangan arah, kembalilah padaku. Aku selalu menunggumu. Dan mencintaimu, Sayang.