Selasa, 03 Desember 2013

Aku Tahu Seharusnya Aku Memang Berhenti Memikirkanmu

Masih ingatkah kamu semua tentang kita? Masih ingatkah kamu awal perkenalan kita? Masih ingatkah kamu awal pertemuan kita? Masih ingatkah kamu kapan kita saling memiliki rasa? Aku selalu mengingatnya.

Kita berkenalan lewat salah satu teman kita. Awalnya aku menganggapmu sebagai lelaki yang dingin, aku takpernah menyangka kauakan begitu sangat berarti untukku. Awal pertemuan kita, kaumenjemputku di rumah dan kita pergi menghabiskan waktu bersama. Saat bertemu denganmu, aku sadar bahwa aku kembali dapat merasakan jatuh cinta. Kaumenggenggam jemariku erat, kaumerengkuh tubuhku kedalam pelukanmu, kaumembisikkan kata cinta. Aku terlalu percaya, aku terlalu mudah percaya. Nyatanya kaumelakukan hal sama pada wanita-wanita lain, kan?


Namun tidak semua saling sayang bisa mendapat ending bahagia, Sayang. Kini kaupergi tanpa alasan dan aku hanya duduk diam meratapi kepergianmu, berharap kauakan kembali padaku. Aku berharap kaumerindukanku seperti aku merindukanmu.


Aku takpernah menyalahkan dirimu yang telah pergi setelah memberiku banyak harapan. Akupun takpernah menyalahkan diriku yang telah terlalu percaya pada bualan manismu. Inilah cinta, Sayang. Terkadang cinta memang takharus saling memiliki. Mungkin kita memang takpernah ditakdirkan untuk bersama. Mungkin kaumemang tercipta bukan untukku. Mungkin kauterlahir bukan untuk menemani hari-hariku yang sepi. Tuhan punya rencana lain yang kita takpernah tahu.


Aku tahu seharusnya aku memang berhenti memikirkanmu. Tapi pernahkah kaumendengar istilah hati dan otak takbisa berkompromi? Aku ingin melupakanmu, tapi hatiku tidak! Aku ingin berhenti mencintaimu, tapi hatiku tidak! Aku ingin berhenti mengharapkanmu kembali, tapi hatiku masih ingin memperjuangkan.


Aku merindukanmu, Sayang.
Aku menunggumu.

Selasa, 20 Agustus 2013

Seperti 20 Hari yang Lalu

Seperti 20 hari yang lalu, kamu menyapaku lewat pesan singkat. Namun kali ini berbeda. Biasanya kamu memanggilku dengan panggilan sayang, tapi kini tidak. Disitulah aku sadar, telah terbentang jarak antara kita. Kamu dengan manisnya memintaku bertemu lagi padamu sebelum kauberangkat ke luar kota untuk menimba ilmu di sana. Aku pasti merindukanmu, tuan. Tapi aku terlalu egois untuk tidak menerima ajakanmu untuk bertemu. Aku sudah memaafkan kamu dari dulu, tapi aku masih belum berhasil melupakan kejadian beberapa hari yang lalu. Ketika kaumenggandeng perempuan lain memasuki gedung bioskop sementara kautelah memiliki aku. Dan saat kaumengatakan padanya bahwa kautak memiliki pasangan. Tahukah tuan, aku merasa sangat tidak dianggap? Kaubilang aku takpernah bisa percaya padamu. Tapi mengapa saat aku mempercayaimu, kaumalah menghancurkannya dengan mudah?


Ah, aku jadi teringat dengan pertemuan pertama kita. Kauterlihat begitu lucu dan manis. Kita banyak berbicara, bergurau, dan melepas olok-olokan manis disertai dengan serbuan cubitanmu di pipiku. Kaubilang sifatku masih terlalu lugu dan masih seperti anak-anak. Hari ini, aku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Pertemuan kedua, kaumenggenggam jemariku erat sambil tersenyum. Aku takpernah bisa mengartikan senyum tersiratmu. Saat itu kaumemintaku menjadi kekasihmu, aku begitu bahagia. Sebenarnya terbesit keraguan di benakku, tapi aku terlalu mengagumimu saat itu. Aku menerimamu. Kaumemelukku erat dan mengatakan bahwa kaumenyayangiku dan melarangku untuk dekat dengan lelaki lain. Pertemuan-pertemuan selanjutnya, kaumasih begitu manis. Aku masih ingat saat kita menonton sebuah film horror terbaru di bioskop, kauterlalu banyak bergurau sehingga kita selalu tertawa setiap ada adegan yang mengejutkan. Wajahmu lucu sekali, sayang. Akupun masih ingat saat dengan sok taunya aku mengikutimu memesan sebuah kopi. Kupikir rasanya manis, ternyata rasanya lebih dari pahit. Aku takmeminumnya sama sekali dan kaumengolok-olokku. Kaubegitu lucu.


Kaubegitu manis sehingga aku lupa bahwa kautetap seorang lelaki. Kaupasti mendekati perempuan lain di belakangku entah tujuannya apa padahal kautelah memiliki aku. Malam itu, ibuku memintamu untuk menjemputku di rumah nenek dan mengantarku pulang kerumah. Tapi, kaubilang tidak bisa karena ada acara buka puasa bersama dengan teman-temanmu. Aku begitu mempercayaimu. Ya, seperti yang kaubilang bahwa aku harus percaya padamu. Sampai pada akhirnya ibuku melihat kaumemasang foto bbm bersama wanita lain. Ketika aku bertanya padamu siapa perempuan itu, kauhanya menjawab bahwa itu hanya teman tanpa menjelaskan apa-apa lagi. Mengapa kaubegitu santai? Mengapa kautidak begitu mempedulikan aku? Apakah selama ini kautak pernah mencintaiku? Apakah selama ini hanya aku yang berjuang untuk mempertahankan?


Akhirnya aku tahu siapakah lelaki yang selama ini kukenal. Aku berbicara pada perempuan itu, dan dia mengatakan segalanya yang telah kaukatakan padanya. Kaumendekatinya, mengajaknya menonton sebuah film, dan dialah perempuan yang ada di foto itu, kaubilang padanya bahwa aku bukanlah kekasihmu. Hatiku seperti diiris. Ternyata, kaubegitu tega melakukannya. Kauhanya menyalahkanku karena terlalu tertutup padamu. Setahuku lelaki memang makhluk yang paling pintar berbicara dan membuat lawannya mati kutu. Akhirnya aku memutuskanmu tanpa pernah berpikir akan menyesal. Hatiku terlalu sakit, akupun terlalu lelah untuk mempercayaimu. Jika kaumembaca ini, pasti kautertawa kencang melihatku begitu menyesal telah meninggalkanmu. Ya, aku memang menyesal dan aku selalu meneteskan airmata setiap mengingatmu. Tapi aku takingin kaukembali dan menorehkan luka lagi. Biar saja hanya aku yang merasakan cinta ini.


Aku pernah percaya padamu sebelum akhirnya kaumengkhianatiku. Aku pernah mencintaimu sebelum akhirnya kaumenyakitiku. Tidak, sayang. Aku bukan pernah mencintaimu, tapi aku memang mencintaimu. Ya, aku mencintaimu. Dari awal pertemuan kita sampai sekarang.

Senin, 19 Agustus 2013

Tanpa Judul

Suasana pagi ini begitu dingin, begitu mencekam. Aku merasakan sepi yang mendalam tanpamu. Lantunan lagu I Will Always Love You yang mengingatkanku padamu membuat dadaku terasa sesak. Kenangan itu kembali berputar. Saat-saat dimana kita memulai kisah ini......


Malam itu, seorang wanita sedang berdiri, menunggu. Aku melongokkan kepala ke segala arah mencari seseorang yang berjanji menjemputku. Aku kembali menatap layar handphone, kukira kautak datang. Tidak lama kemudian, sebuah deru motor terdengar berjalan ke arahku dan berhenti tepat di depan kaki-ku berpijak. Kautersenyum hangat, malam itu kaumengenakan jeans denim dipadu sweater biru. Aku duduk di belakangmu, saat itu aku merasakan hal yang berbeda. Di perjalanan menuju rumahmu, kita berbicara banyak. Namun kaulebih banyak bertanya, begitu banyak perhatian-perhatian manis darimu. Sampai akhirnya kaumenanyakan hal tentang seseorang yang takasing bagiku, detik itu rasa takut kehilangan mucul. Aku takut kauakan pergi bersamanya. Tapi kaumeyakinkanku bahwa kauhanya menginginkan aku.


Sebelum sampai rumahmu, kita pergi mencari makan di daerah Margonda. Kaumenggenggam jemariku erat didominasi dengan rangkulan hangat. Aku hanya tersenyum melihat begitu banyak perhatian yang kauberikan. Kaubegitu manis, kautahu cara memperlakukan wanita. Kaumenyingkirkan rambut-rambut kecil yang menutupi wajahku karena tertiup angin. Kaujuga mencari makanan yang aku inginkan pada saat itu. Rasanya aku ingin berjalan terus bersamamu tanpa ada pemberhentian. Aku fikir, aku jatuh cinta.


Sesampainya di rumahmu, kita masih banyak berbicara sambil menonton acara tv. Rasa kantuk datang menyerbuku, aku takmau terlelap dan melewati kenangan ini. Kaumenyelimuti tubuhku dan memelukku. Tahukah kamu tuan, pelukanmu jauh lebih hangat daripada selimut itu? Aku terbangun, tapi kautelah berubah menjadi orang yang takpernah kukenal. Raut wajahmu terlihat marah, kaumemilih mengantarku pulang lebih awal. Aku begitu takut melihatmu, kauberjalan lantang di depan meninggalkanku yang melangkah gontai sendirian di belakangmu. Aku merasa takmengenalmu, rasanya aku ingin pergi dan berlari. Di perjalanan, kaumemacu sepeda motormu sangat cepat. Ketakutanku bertambah, aku meneteskan airmata. Namun kautak menggubrisku, kautak merasa ada aku yang harusnya kaulindungi. Aku kecewa kauberubah secepat itu, hanya sepersekian jam. Kauyang awalnya adalah malaikat untukku, sekarang malah menjadi sesosok makhluk yang aku taktahu. Setelah membiarkanku turun di depan rumah, kaulangsung pergi. Nafasku sesak, aku melangkah pelan ke dalam rumah. Aku takmenyangka kausekejam itu.


Aku berharap kaumenghubungiku, tapi kautak kunjung melakukannya. Aku tertidur pulas dengan deraian airmata. Betapa terkejutnya aku saat terbangun, kaumencaci maki dan membentakku lewat pesan singkat. Tahukah tuan, aku merasakan sakit yang amat dalam? Aku memilih untuk melepaskanmu. Aku terlalu terkejut dan kecewa dengan kejadian ini.


Beberapa minggu kemudian, kaumulai menyapaku lagi lewat pesan singkat tapi hanya sekali. Ternyata kautelah bahagia bersama perempuan itu. Kakakku. Orang yang mungkin jauh lebih baik dariku dan dia bisa memberikanmu apa yang takpernah bisa kuberikan. Aku hanya tersenyum dalam tangis melihat semua itu. Aku belajar mengikhlaskan walaupun sulit. Takada cinta yang mudah melepaskan, tuan. Seandainya kautahu bahwa detik itu aku ingin merampasmu dari pelukannya. Tapi aku masih punya perasaan, takmungkin aku menghancurkan kebahagiaan oranglain demi memuaskan ego-ku.


Ternyata hubunganmu takberlangsung lama. Kaumemutuskan hubungan dengannya. Aku tersenyum. Aku taktahu arti dari senyuman itu. Aku sudah tidak mengharapkanmu kembali, tapi aku begitu bahagia kautelah lepas darinya.


Kaukembali padaku. Ya, kaudatang lagi padaku seolah takpernah terjadi apa-apa sampai pada akhirnya kaumembaca sebuah artikel yang kutulis tentangmu. Kaumeminta maaf dan ingin merubah sikapmu. Kita dekat lagi, kaumemasang status in a relationship denganku di akun facebook-mu padahal kaubelum memintaku menjadi pacarmu. Kita dekat, tapi aku taktahu atas nama apa hubungan kita ini. Kaudekat dengan wanita lain, tapi kaubilang sayang padaku. Aku takpernah mengerti apa maksudmu dan bagaimana jalan pikiranmu.


Aku takmengharapkan kaumenjadi milikku. Tapi jika kautak pernah benar-benar mencintaiku, pergilah. Aku rela melepasmu, lagi.



Jumat, 16 Agustus 2013

Kehilangan.




"Aku pernah mencintai. Aku pernah kehilangan...."



Kisah itu berawal dari pertemuan kita yang tidak disengaja, ketika aku sedang berjalan bersama sahabatku yang juga mengenalmu. Disitu kita bertemu, bertemu tatap, kautersenyum padaku. Pada saat itu, aku takpernah menyangka akan begitu mencintaimu. Pertemuan itu yang membuat hidupku berubah. Kaudatang setiap hari ke rumahku hanya untuk melihat kabarku atau sekedar memberi hadiah-hadiah kecil. Tak terasa, kita telah begitu dekat dan kaumenyatakan perasaanmu padaku. Tapi, aku terlalu egois. Aku masih terlalu mencintai seseorang di masa lalu, sehingga hanya melihatmu taklebih dari seorang teman. Tapi kaumemilih untuk menunggu. Aku fikir, itu hanya omong kosong belaka. Ternyata tidak. Hari demi hari, kita melewatinya dengan penuh makna dan beribu-ribu pelukan. Aku begitu nyaman saat berada di dekatmu, tapi hatiku masih milik oranglain.


Semakin lama bersamamu, aku justru merasa iba karena telah membuatmu membuang-buang waktu untuk seseorang yang mencintai oranglain. Aku selalu memintamu menyerah, tapi kauselalu menolaknya. Aku selalu memintamu pergi, tapi kaumalah memelukku erat. Hatiku terenyuh, seiring berjalannya waktu akhirnya aku bisa mencintaimu. Meskipun tidak seutuhnya.


Kita menghabiskan waktu bersama. Kaumembuatku menjadi wanita paling beruntung di dunia. Petikan gitar dan suara merdu selalu menghiasi hari-hariku. Pelukan hangat selalu jadi obat tidurku di kala terjaga. Tapi, aku taksadar bahwa aku masih selalu membicarakan orang di masa laluku padamu. Aku bilang masih sayang padanya, kauhanya tersenyum dan mengelus lembut rambutku. Bahkan, kaumemelukku erat saat aku merindukannya.


Lambat laun, aku merasa takpantas bersanding denganmu. Kaumampu mendapatkan wanita yang lebih baik dan mencintaimu lebih dari yang aku bisa. Aku memutuskan hubungan, tapi kaumenolaknya. Kaubilang bahwa kaubegitu mencintaiku, tapi aku berusaha takmendengar. Aku benar-benar pergi menjauhimu. Aku fikir aku bisa melupakanmu, tapi ternyata tidak! Aku kesepian. Tidak ada lagi petikan-petikan gitar dan suara merdu yang menghiasi hari-hariku. Tidak ada lagi pelukan hangat sebagai obat tidur. Tidak ada lagi kamu di sisiku. Itu semua menyakitkan.


Namun betapa terpukulnya aku karena di saat aku ingin memintamu kembali, kautelah pergi jauh. Sebuah kecelakaan telah merenggutmu pergi jauh dari sisiku. Aku tidak akan pernah mendengar petikan gitar dan suara merdumu lagi. Aku tidak akan bisa memelukmu lagi. Aku tidak akan mampu membuatmu kembali ke sisiku. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku sadar bahwa aku pernah sangat egois untuk tidak mau belajar mencintaimu seutuhnya. Aku sadar bahwa ada seseorang yang begitu mencintaiku lebih dari aku mencintai seseorang di masa laluku. Aku sadar bahwa hanya kamulah yang bisa bertahan akan semua ego-ku. Dan aku sadar bahwa kautelah pergi. Ya, kautelah pergi.


Hari ini, menit ini, detik ini, aku merindukanmu.

Kamis, 25 Juli 2013

Hati Ini Masih Milikmu..

2 Tahun 5 Bulan 22 Hari yang lalu, Tuhan mempertemukan kita. Tatapanmu begitu hangat, kaumeraih tanganku dan memperkenalkan dirimu. Detik itu juga, darahku berdesir, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, mulutku terbungkam rapat. Aku bahagia bisa mengenalmu. Pertemuan-pertemuan berikutnya, kaumasih begitu hangat. Betapa kurindukan dirimu saat merengkuh tubuhku kedalam pelukanmu. Saat dengan begitu perhatiannya kaumelindungi tubuhku dari rintik hujan dengan baju hangatmu.


Hari-hari kita lewati bersama dengan rasa bahagia, seperti hanya kau dan aku yang paling bahagia karena cinta. Sampai pada akhirnya hubungan kita menjadi pasti, kita resmi pacaran. Tahukah kaubetapa bahagianya aku saat itu? Aku tertidur pulas dengan perasaan bahagia. Tapi mengapa ketika aku terbangun, aku harus melepaskanmu? Mengapa tiba-tiba kaumemutuskan hubungan? Kamu memilih pergi tanpa alasan. Tahukah kamu betapa hancurnya aku saat mendengarmu mengucapkan kata pisah dengan begitu mudahnya? Saat itu, aku hanya membiarkanmu mendengar isak tangisku & melepasmu pergi dengan harapan kauakan kembali padaku. Tapi ternyata, kaupergi tanpa pernah menoleh ke belakang.


Hari-hariku menjadi sulit. Nafasku terasa sesak, mataku selalu sembab, hatiku tidak tertata rapi. Aku masih begitu mencintaimu. Setiap tahun ketika hari kelahiranmu, aku datang membawa sebuah kue dan sebungkus kado. Ah, betapa bahagianya aku saat kaumenerimanya dan menyunggingkan sebuah senyuman saat membukanya. Masihkah kaumenyimpan hadiah-hadiah dariku? Sampai pada akhirnya kaumerasa lelah dengan tingkahku yang selalu mengagungkanmu. Kaumemintaku untuk pergi dan melupakanmu. Betapa tajamnya perkataanmu saat mengusirku pergi dari kehidupanmu. Bodohnya, aku hanya meneteskan airmata yang kaubilang takkan pernah ada gunanya dan takkan bisa membuatmu kembali.


Aku fikir, aku bisa melupakanmu. Aku mencoba menjalani hubungan dengan orang lain beberapa kali, tapi hati ini telah mati rasa. Kautelah mecinptakan trauma yang begitu besar. Aku tak lagi bisa mencintai oranglain. Aku tak lagi bisa percaya oleh kata-kata manis oranglain. Aku tak lagi bisa melihat oranglain, selain kamu. Sampai pada akhirnya aku lelah menunggu, aku lelah selalu iri pada wanita-wanita yang kaupuja. Aku menyerah. Aku tak lagi mengharapkanmu kembali. Aku tak lagi menunggumu. Aku telah merelakanmu jauh sebelum hari ini. Aku telah sangat mampu melepasmu. Tapi, kaupergi dengan menggenggam hatiku.

Selasa, 23 Juli 2013

Arti Sebuah Harapan..

Apakah aku terlalu terburu-buru jika memintamu untuk meresmikan hubungan yang takpasti ini?  Apakah terlalu cepat jika aku menginginkanmu menjadi milikku? Kurasa tidak, kita telah menghabiskan beribu-ribu hari untuk mengenal lebih dekat, dan beribu-ribu hari itu juga aku menunggumu menyatakan perasaanmu padaku.

Hanya sebuah kepastian yang dapat melegakan hati seorang wanita yang telah dipenuhi harapan. Jika kaumemang menyayangiku, mengapa taklekas kaumemintaku menjadi milikmu? Jika kaumemang serius menjalani hubungan ini, mengapa kauterus menggantungkannya?

Aku hanya bisa menunggu dan menunggu. Tapi, tahukah kamu bahwa aku memiliki kadar kebosanan? Sadarkah kamu jika aku takbisa menunggumu terlalu lama? Aku takmungkin berada dalam hubungan takpasti ini terlalu lama.

Tanpa sadar, rasa peduli yang teramat sangat kini telah menghilang entah kemana. Rasa ingin memiliki telah raib entah kemana. Rasa cinta kian memudar. Aku begitu malas untuk meluangkan waktuku untuk memikirkan dan mempedulikanmu. Aku begitu enggan untuk menunggumu menyatakan perasaan. Aku yang terlalu terburu-buru atau kamu yang terlalu teliti memilih?

Aku ingin menunggu, tapi hatiku tidak. Rasa yang begitu besar untukmu, kini telah memudar. Aku takpernah bermaksud memberimu sebuah harapan kosong. Harapan yang kuberikan jelas sungguh nyata, tapi kaumembiarkannya habis ditelan waktu begitu saja dan menghilang entah kemana sehingga menjadikan harapan itu kosong. Salahkah aku disini? Atau aku harus menyalahkanmu karna telah membuatku merasa semua ini sia-sia setelah menunggumu begitu lama?

Dulu, aku berfikir kita bisa menjadi sepasang kekasih. Saling mencintai, saling memeluk, saling memperjuangkan. Sekarang, aku sadar bahwa kita takpernah bisa lebih dari sekedar teman dekat. Maaf...

Kamis, 18 Juli 2013

Seandainya Aku Dapat Mengetahui Semuanya Sejak Awal




Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu, sesosok orang yang bisa membuatku begitu kagum. Aku tidak menyangka kita akan begitu dekat, perhatian-perhatian darimu, pelukan hangatmu, hangatnya cinta dan kasihmu yang kudapat. Aku tidak menyangka perasaan ini akan tumbuh begitu cepat; cinta.


Aku tidak menyangka kita akan terlibat sebuah perasaan aneh. Akal sehatku tidak bisa mengerti mengapa semua terjadi begitu cepat. Aku tidak menyangka aku akan selalu merindukanmu, merindukan suaramu, merindukan tawamu, merindukan pelukanmu, dan semua hal tentangmu.


Aku tidak menyangka akan selalu menunggu pesan singkat darimu. Aku tidak menyangka akan begitu cemas ketika sekali saja kautak memberi kabar padaku. Aku tidak menyangka akan begitu mencintai sosokmu.


Aku tidak menyangka kedekatan kita hanya sementara. Aku tidak menyangka kaupergi meninggalkanku, berjalan pergi tanpa menuntunku bersamamu. Aku tidak menyangka semua ini hanya berjalan sangat singkat. Aku tidak menyangka kaupergi begitu jauh tanpa pernah kembali. Aku tidak menyangka kautidak memikirkan perasaanku. Atau hanya aku yang merasakan cinta ini? Aku tidak yakin kautak merasakannya.


Aku tidak menyangka kaubegitu mudah menemukan pasangan hidup yang lain. Aku tidak menyangka kaubegitu mudah mengikrarkan sebuah kata cinta pada wanita manapun. Aku tidak menyangka kaubegitu brengsek, kamu bukanlah pria sempurna seperti yang aku bayangkan selama ini. Aku tidak menyangka telah jatuh cinta pada sesosok pria jahat yang begitu mudah membisikkan kata cinta. Aku tidak menyangka telah begitu salah menilaimu. Salah besar.

Kamis, 11 Juli 2013

Ketika Aku Mengharapkanmu Kembali

Dia menggenggam sebuah tangan. Memeluk sesosok perempuan. Bukan aku. Aku melihatnya bersama oranglain. Tahukah dirinya betapa sakitnya hati ini? Tahukah dia seberapa besar aku mencintainya? Palsukah semua kata-kata manis yang ia pernah katakan? Jika dia memang mencintaiku, tidak mungkin dia melupakanku dengan mudah dan menemukan oranglain dengan cepat. Semakin aku merasakan sakit, semakin aku ingin tahu lebih jauh lagi. Perempuan itu bukan oranglain untukku, mereupakan... Orang terdekatku. Seseorang yang menjadi sandaran ketika aku terjatuh untuk lelaki itu, seseorang yang menjadi sebuah buku diary ketika aku memiliki begitu banyak cerita dan keluh kesah tentang lelaki itu. Aku tidak pernah menyangka semua berakhir seperti ini. Orang yang sangat kupercaya, dengan tanpa perasaan dan rasa bersalah tega melukai hatiku.

Aku mencoba mengikhlaskan, namun ternyata itu semua tidak mudah. Setiap kulihat dirinya menggenggam tangan perempuan itu, hatiku sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum. Aku telah begitu banyak mengalami rasa sakit. Sakit karna mencintainya, sakit karna kehilangan, sakit karna dikhianati, lalu apa lagi setelah ini?

Jika dia memang cinta sesaatku, mengapa semua begitu sulit? Mengapa begitu sulit untuk mengikhlaskan dan melepaskan? Mengapa begitu sulit melihatnya bersanding dengan perempuan lain? Mengapa begitu sulit untuk melupakannya?

Dia takpernah menganggapku ada, lalu mengapa aku menganggap ia adalah segalanya? Dia takpernah tulus mencintaiku, lalu mengapa aku mencintainya terlalu dalam? Dia takpernah menjadikanku sebagai tujuan, lalu mengapa aku mengharapkan dirinya akan kembali?

Hatiku tidak sekuat baja. Aku terlalu lemah untuk menghadapi semua ini. Luapan emosi yang tertanam di dalam hati, hanya berhasil mengeluarkan airmata tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Seandainya dia tahu, aku begitu mencintainya..... Dan terlalu sulit untuk melihatnya bersanding bersama orang terdekatku.

Senin, 24 Juni 2013

Apakah Ini Cinta atau Perasaan Sesaat?


Aku menulis ini saat aku sedang menunggu seorang lelaki yang tertidur pulas di hadapanku. Aku menunggunya terjaga. Tentu saja dibatasi dengan layar laptop. Lelaki yang membuatku bingung setengah mati. Terkadang, dia begitu menjengkelkan dengan begitu banyak kata-kata kasarnya. Tapi terkadang, aku merindukan sosoknya. Malam ini, aku melihatnya. Melihat kegilaannya, melihat tingkahnya yang masih seperti anak umur 5 tahun, begitu lucu.

Apakah lelaki itu milikku? Tentu saja, bukan. Dia bukan milik siapapun, tapi hatinya milik seorang perempuan di masa lalunya. Ah, mengapa aku merasa begitu sakit untuk mengatakan bahwa hatinya masih milik oranglain? Bagaimana bisa seorang lelaki yang masih mencintai perempuan di masa lalunya, mengatakan bahwa dia mencintaiku? Apakah itu suatu keseriusan atau hanya kata-kata pelarian?

Beberapa jam yang lalu, lelaki itu menceritakan kenangan-kenangannya dengan perempuan itu. Dia bahagia saat bersama dengan perempuan itu, lalu mengapa aku harus bersedih? Mengapa aku begitu takut kehilangan? Beberapa menit yang lalu, dia membisikkan satu hal yang membuatku merasa terbang jauh: I love you.

Aku tahu, tidak ada yang bisa menggantikan posisi perempuan itu di hatinya. Jikalaupun ada, itu bukanlah aku. Aku sadar diri, aku tidak sesempurna perempuan yang ia ceritakan. Aku tidak sesabar perempuan itu. Aku tidak sehebat perempuan itu. Bahkan, aku tidak lebih baik dari perempuan itu.

Apakah rasa cinta mulai tumbuh? Akupun tidak tahu apakah ini cinta atau hanya perasaan sesaat. Akupun tidak tahu apakah aku benar-benar takut kehilangan sosoknya atau hanya takut kehilangan seluruh perhatiannya. Perhatian-perhatian darinya seharusnya takpernah aku artikan lebih, karena bisa saja dia melakukannya pada semua perempuan.

Yang pasti, malam ini aku mengetahui akan satu hal. Dia masih mencintai perempuan di masa lalunya.

Minggu, 16 Juni 2013

30 Hari Setelah Hari Itu....

Tepat satu bulan yang lalu, perasaan ini tumbuh. Cinta ini berawal dari senyuman manismu ketika aku membukakan pagar rumahku untukmu. Senyuman itu begitu manis. Suara itu begitu hangat ketika kaumenyapaku. Wajah itu begitu mempesona.

Telah 30 hari kulalui tanpa dirimu, tanpa tahu kabar tentangmu. Semua berjalan begitu lambat. Ini semua menyakitkan. Tiada hari kulewati tanpa mengingat dirimu. Apakah kautelah menemukan pelabuhan lain? Aku terkejut, begitu cepat kaumelupakan semua tentang kita. Sebegitu tidak berartikah diriku untukmu? Rasa ini masih ada. Getaran ini masih ada setiap kali aku mendengar namamu. Ketahuilah, tak ada satupun orang yang dapat membuatku tertawa selepas ketika bersamamu. Tak ada satupun orang yang dapat membuatku nyaman seperti saat kaumemelukku. Tak ada orang yang sepandaimu saat membisikkan dengan hangat sebuah kata cinta.

Aku begitu merindukanmu. Seharusnya, aku belajar untuk melepaskan dan mengikhlaskan. Tapi kebersamaan kita telah membuatku lupa caranya melepaskan. Aku terlalu mencintaimu. Aku rasa, aku takkan pernah merelakanmu menghabiskan waktumu bersama oranglain. Menggenggam jemari oranglain. Merengkuh oranglain kedalam pelukmu. Memberikan ciuman hangatmu di kening oranglain. Atau bahkan membisikkan kata cinta pada oranglain. Ah, sangat menyakitkan bila membayangkannya.

30 hari bukanlah waktu yang sebentar, menurutku. Aku menunggumu menyapaku meskipun hanya lewat chatting. Aku merindukan suara indahmu ketika menyebut namaku. Aku merindukan hangatnya pelukmu saat merengkuh tubuhku. Aku merindukan semua tentangmu, tentang kita. Aku begitu bahagia saat bersamamu.....dulu. Sebelum pada akhirnya kaupergi meninggalkanku tanpa memberiku kepastian dan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Apakah benar kauhanya mampir ke dalam hatiku tanpa pernah berniat untuk tinggal? Lalu, apalah arti semua perhatian yang telah kauberikan? Begitu tak berartikah? Atau mungkin kaumemperlakukan semua wanita dengan rata? Memeluknya, menggenggam jemarinya, lalu membisikkan kata cinta. Apakah iya?

Sosokmu begitu sempurna dimataku. Aku takpernah bisa melihat sisi celamu. Mengapa aku harus merasakan rasanya dibuang, lagi? Mengapa aku harus kehilangan orang yang kucintai, lagi? Mengapa hidup ini kejam? Mengapa cinta menyakitkan? Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Sakit rasanya merindukanmu dengan amat sangat. Lelah rasanya menghabiskan airmata sebelum akhirnya tertidur pulas. Hancur rasanya ketika membuka mata dan menyadari bahwa kautak di sisiku lagi.

Aku takingin kaumerasakan apa yang kurasakan sekarang. Itu terlalu menyakitkan dan menyedihkan. Aku hanya ingin kita bersama. Menghabiskan waktu bersama, lagi. Berbagi kisah, canda dan tawa, lagi. Segalanya hanya kau dan aku. Tanpa pernah memiliki akhir yang buruk. Tanpa pernah kaumeninggalkanku. Tapi, mimpi hanyalah mimpi. Itu semua hanya angan-angan belaka. Aku hidup di dunia nyata. Dan kenyataannya adalah, kautelah pergi jauh tanpa pernah memutar balik tubuhmu untuk kembali padaku dan merengkuhku ke dalam pelukmu.

Minggu, 09 Juni 2013

Aku Menunggumu Kembali....

Aku menulis ini sesaat setelah aku membaca kembali percakapan-percakapan hangat kita di pesan singkat. Aku menulis ini ketika aku merasa sangat merindukanmu. Aku menulis ini saat aku tidak tahu lagi dimana aku dapat menumpahkan semua perasaan ini. Sakit, sedih, rindu, semua campur aduk. Apakah kaupernah memikirkan perasaanku? Setidaknya berfikirlah apa yang kurasakan saat kaupergi.

Mengapa kauterus mengabaikanku dan perasaan ini? Bodohnya aku, tetap bertahan dan memperjuangkanmu padahal kautelah memberi isyarat bahwa aku tak berarti apa-apa untukmu. Tapi aku terus bertanya, mengapa kaumemberi begitu banyak harapan untukku? Mengapa kaumasuk memberi warna ke dalam hidupku jika akhirnya kaujuga yang menghapus semua warna itu?

Aku begitu merindukanmu. Tidak bisakah kita bertemu tatap sebentar saja? Secara kebetulan, mungkin. Aku selalu berdoa dan berharap kita bisa bertemu lagi. Meskipun sampai sekarang, doa itu tak kunjung terkabul. Aku begitu mengharapkanmu. Berharap kaumemberi penjelasan atas semua perhatian yang kauberikan. Memberi penjelasan atas semuanya. Aku masih menunggu sepatah kata yang terlontar dari mulutmu.

Maaf jika aku masih tidak bisa menghapus rasa ini. Maaf jika aku masih menggantungkan harapanku padamu. Maaf jika aku masih menunggumu kembali. Maaf.....

Aku akan menunggu saat itu tiba. Saat-saat dimana kaumemutar balik tubuhmu dan kembali padaku. Meskipun kemungkinannya setipis rambut dibelah tujuh, sangat tipis. Tapi aku tetap menunggu, aku tetap berharap, aku tetap mencintaimu. Memperjuangkan rasa ini.

Aku menunggumu kembali, Sayang.

Jumat, 07 Juni 2013

Melupakanmu Tak Semudah Yang Kukira



Jemari-jemari ini. Jemari yang memiliki kuku berwarna merah muda berpadu biru. Jemari yang merindukan genggamanmu. Seperti aku yang merindukan dirimu. Takpernah ada terbesit rasa ingin menghapusnya. Kubiarkan warna-warna kuku ini hilang dengan sendirinya, seperti aku membiarkan perasaan ini hilang dengan sendirinya. Dari hari ke hari, warna-warna kuku ini memudar dan hampir menghilang. Tapi perasaan ini takpernah berubah, tidak memudar sedikitpun. Ternyata, melupakanmu tak semudah yang kukira.

Kuku-kuku manis ini mengingatkanku kepada pertemuan singkat kita. Mengingat setiap percakapan, setiap gurauan, semuanya. Aku dapat mengingat semuanya. Kamu bukanlah orang yang patut aku cintai. Mengapa aku cenderung takpernah bisa mendapatkan apa yang aku cintai? Sampai pada akhirnya orang itu pergi, dan hanya ada rasa penyesalan yang terbesit. Aku menyesal takpernah mencegahmu pergi. Aku menyesal takpernah berusaha untuk berkata jujur tentang perasaanku padamu. Aku menyesal telah meninggikan rasa egoisku untuk tetap memendam perasaan ini sendirian.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Setelah aku merasa kehilangan. Setelah aku merasa semuanya telah pergi. Setelah aku sadar bahwa aku takbisa tanpamu. Setelah aku tahu bahwa kaubegitu berarti untukku. Sekarang, terlambatkah aku jika memintamu kembali padaku? Salah. Kamu takkan kembali, karna kaudatang bukan untuk tinggal. Melainkan hanya untuk singgah sebentar tanpa ada niat untuk menjadikanku sebagai rumahmu.

Terlalu sakit memang. Memendam perasaan ini sendirian tanpa tahu apa yang kaurasakan sebenarnya. Tapi jika kaumemang mencintaiku, kautakkan pergi kan? Jika kaumencintaiku, kautakkan mencampakkanku begitu saja kan?

Seharusnya aku sadar, kauhanya ada di dalam mimpiku. Di dunia nyata, aku hanyalah seorang wanita yang berharap dicintai oleh orang yang kucintai. Haruskah aku mengucapkan selamat tinggal pada saat aku ingin tetap menunggumu? Aku takkan pernah mengucapkan selamat tinggal, karna perasaan ini selalu ada untukmu.

Aku sangat merindukanmu.
Semoga kita bisa terlibat pertemuan lagi, Sayang.

Rasa Bahagia dan Sedih Selalu Terbesit Setiap Kuingat Dirimu

Hari ini entah mengapa, aku merasa sangat bahagia. Aku terlibat pertemuan dengan salah satu temanmu, dia bercerita banyak tentangmu. Kami membagi kisah. Sungguh, aku bahagia. Tapi tanpa sadar, airmataku terjatuh saat bercerita tentang kita yang dulu. Mengapa aku masih tidak bisa mengendalikan perasaan ini?

Ingatan itu kembali berputar-putar di kepalaku. Kaupasti bertanya-tanya mengapa aku bisa jatuh cinta secepat itu padamu. Hanya sekali terlibat pertemuan. Ya, akhirnya aku percaya cinta pada pandangan pertama. Tapi sebenarnya, aku telah mengagumimu sejak aku duduk di bangku SMP. Sejak pertama aku mengenalmu. Akupun bertanya-tanya mengapa aku bisa jatuh cinta padamu dan semakin mengagumimu hanya dalam sekali pertemuan.

Mungkin ini jawabannya. Kaudapat membuatku merasa nyaman saat berada di sisimu. Caramu menghargaiku saat berbicara. Caramu menghargai seorang wanita. Caramu berbicara padaku. Caramu menatapku. Semuanya. Semuanya membuatku jatuh cinta dan semakin mengagumimu, Sayang.

Jika kautidak merasakan hal yang sama, mengapa kaubegitu banyak memberikan harapan untukku bila akhirnya kaumalah pergi meninggalkanku tanpa pernah mengatakan selamat tinggal? Kamu memang takpernah menyatakan bagaimana perasaanmu terhadapku. Tapi, aku bisa merasakannya dari rangkulanmu, genggamanmu, dan pelukanmu. Begitu hangat dan membuatku nyaman. Bisakah kita mengulangnya tanpa pernah memiliki akhir yang buruk? Masih pertanyaan yang sama selalu kulontarkan.

Tidakkah ada niat sedikitpun untuk menghubungiku lagi? Tidakkah ada namaku di hatimu? Tidakkah kamu sadar seberapa dalam rasa cinta ini? Tidakkah kamu tahu seberapa besar aku mengagumimu? Tidakkah kamu tahu seberapa sering aku merindukanmu? Sungguh, mencintai dan merindukanmu adalah hal tersakit yang pernah kurasakan. Tapi, aku merasakan bahagia di saat yang sama. Aku bahagia masih bisa mengingat semuanya, meskipun menyakitkan. Aku bahagia karna mencintaimu. Meskipun aku takpernah tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya terhadapku.

Aku mencintaimu, Sayang. Selalu.

Kamis, 06 Juni 2013

Salahkah Jika Aku Masih Menggantungkan Harapanku Padamu?

Aku selalu memulainya dengan tangisan setiap kali aku mengingatmu. Salahkah jika aku masih menggantungkan harapanku padamu? Hidupku terasa begitu hampa kini, tanpamu di sisiku. Aku merindukan hangatnya setiap obrolan yang kita lewati. Begitu nyaman rasanya menghabiskan waktu bersamamu. Semua terasa indah.....dulu. Sebelum akhirnya aku merasakan kehilangan. Aku merindukanmu, lagi. Aku ingin berbagi banyak cerita lagi denganmu.

Begitu banyak hal yang kupikirkan. Semua tentangmu. Aku tak pernah siap melihatmu bersama oranglain. Aku tak pernah siap untuk merelakan kamu bersama oranglain. Aku memang tidak punya hak, jadi aku hanya bisa melihatmu bersamanya dari jauh. Aku selalu membayangkan dan bertanya-tanya, adakah satu nama di hatimu? Apakah itu aku?

Aku memang terlalu bodoh untuk memperjuangkan cinta ini. Rasa gengsiku terlalu tinggi untuk membiarkan kamu pergi tanpa pernah memintamu kembali. Akupun terlalu tolol untuk tetap memilih menggantungkan harapanku padamu. Tapi, bukankah cinta memang harus diperjuangkan? 

Terlalu banyak pertanyaan yang tidak dapat kutanyakan padamu. Saat ini, aku tak tahu disebut apa perasaan ini. Aku merindukanmu, menginginkanmu kembali, tapi aku benci saat kamu meninggalkanku, hati ini sakit, tapi aku tetap mencintaimu, aku takkan pernah bisa melihatmu bersama oranglain.

Aku memang egois. Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang menjadi alasan mengapa kaubegitu bahagia. Aku ingin memilikimu, tanpa ada seorangpun yang bisa memilikimu. Tapi, bukankah cinta itu memang egois?

Hari demi hari telah kulewati tanpamu. Tawa ini tidak serenyah saat bersamamu. Hati ini tak lagi segembira saat kita bersama. Mata ini terus meneteskan air, air kesedihan tentunya. Tidak bisakah kita mengulang semuanya tanpa memiliki akhir yang buruk?

Aku sangat senang kita pernah terlibat pertemuan singkat. Bahkan, aku terlibat dalam perasaan cinta. Aku, bukan kita. Aku tak pernah tahu apakah kamu merasakan getaran yang sama atau tidak. Tapi, tidak mungkin kamu tidak mengetahui bahwa aku tergila-gila padamu. Tidak mungkin kamu tidak menyadari bahwa aku mencintaimu. Tidakkah kamu merasakannya lewat pelukanku? Tidakkah kamu merasakannya lewat genggaman tanganku? Apakah kamu tidak sepeka yang aku kira sampai-sampai kamu tidak dapat merasakannya.

Aku takut kamu takkan pernah kembali. Aku takut kamu benar-benar pergi tanpa pernah memutar balik dan kembali ke pelukanku. Aku takut ada seseorang di hatimu, dan itu bukan aku. Masih banyak lagi ketakutan yang aku rasakan. Aku selalu berfikir, salahkah aku jika masih menunggumu? Salahkah aku jika masih menggantungkan harapanku padamu?

Minggu, 02 Juni 2013

Tahukah Kamu Rasanya Menahan Tangis dalam Kerinduan?

Setiap hari, aku terpaku menatap layar monitor. Menunggu kabarmu, meskipun hanya dalam pesan singkat atau mungkin lewat chatting. Dari hari ke hari kumenunggu, tak satupun kabar yang kudapat. Begitu tidak pentingkah aku bagimu? Begitu tidak berkesankah kenangan kita selama ini? Tidakkah kamu merindukanku seperti aku merindukanmu?


Dulu, kaulah satu-satunya orang yang bisa membuatku tersenyum ketika menerima pesan singkat darimu. Terlalu banyak gurauan, aku menyukainya. Apapun itu, jika bersamamu, aku pasti menyukainya.


Aku merindukan semua hal tentang kita. Bisakah kita mengulang kembali kenangan itu? Kenangan yang mungkin bagimu tidak penting untuk diingat. Tapi aku mengingatnya sangat lekat. Aku merindukan sebuah tawa dari seribu gurauanmu. Aku masih membiarkan kuku-kuku manisku ini berwarna merah jambu berpadu biru, agar aku tetap mengingat bahwa kita pernah terlibat pertemuan singkat, agar aku mengingat bahwa kaupernah menggenggam jemariku dan mengulasnya dengan pewarna kuku, agar aku mengingat bahwa kita pernah saling bersama tanpa saling memiliki.


Tahukah kamu? Percayakah kamu? Bahwa aku masih mengingat setiap detail cerita yang kaulontarkan, setiap ucapan yang kaukatakan. Kaubegitu menyukai warna biru, kauadalah pengangum tim bola Chelsea, gelang-gelang manis di tanganmu berwarna biru-merah-hitam. Aku menambah pewarna kuku di jari telunjuk dan jari tengahmu. Masihkah kauingat? Apakah semua hal itu telah kaubuang begitu jauh? Begitu banyak hal yang kauceritakan padaku. Aku berfikir, bukankah seorang pria hanya banyak bercerita pada orang yang dapat membuatnya nyaman? Tapi aku sadar, kenyamanan bukanlah jaminan bahwa kaujuga menyayangiku.


Aku selalu menunggu kabar tentangmu, meskipun hanya dari oranglain. Setidaknya, aku tahu bagaimana kabarmu sekarang. Aku hanya berharap kita dapat bertemu lagi, membagi kisah, berbagi canda. Seperti yang kaubilang; jika aku mendapatkan kesulitan, kauakan selalu ada. Aku mendapat banyak kesulitan. Aku sulit untuk melupakanmu, aku sulit menghapus rasa ini, aku sulit membuang semua fikiran tentangmu. Haruskah aku membagi itu semua denganmu? Setelah itu, akankah kauberbalik dan kembali kepadaku atau malah pergi jauh dan tidak pernah kembali lagi? Aku tidak siap.


Aku selalu disini, menunggumu kembali padaku dan menjadikanku rumah untukmu. Berjalanlah kemanapun kausuka, kemanapun kaumau. Aku akan menunggu. Tapi jika kaukehilangan arah, kembalilah padaku. Aku selalu menunggumu. Dan mencintaimu, Sayang.

Sabtu, 25 Mei 2013

Kamu dan Pengabaian

Aku meninggalkannya; orang baru. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan, hati ini masih milikmu. Aku hanya menginginkanmu. Mungkin aku terlalu banyak bermimpi. Mungkin aku terlalu bodoh untuk masih bertahan dan memperjuangkan cinta ini. Mungkin aku terlalu gengsi untuk mengungkapkan perasaan ini. Mungkin aku terlalu takut menerima respon darimu.


Aku hanya mencoba untuk membangun kembali hubungan yang entah apa namanya. Aku mencoba untuk menyapamu kembali. Memberimu selamat atas kelulusanmu, memberi semangat untuk hari-hari yang akan kamu lewati. Aku mungkin terlalu percaya diri. Aku memang mencoba untuk percaya diri, aku hanya ingin tahu apa tanggapanmu. Apa yang akan kamu katakan. Kamu memang bukan orang yang sempurna. Tapi untukku, kamu yang paling sempurna dan aku mencintaimu.


Memang seharusnya aku menghapus perasaan ini. Perasaan yang salah. Mencintai tanpa tahu dicintai atau tidak. Kamu pergi meninggalkanku tanpa tahu perasaanku dan tanpa aku tahu perasaanmu.



Kembali aku mendapat pengabaian. Pengabaian atas ucapan selamatku untukmu. Pengabaian atas usahaku memberimu semangat. Pengabaian atas perasaan ini. Aku fikir kamu berbeda, ternyata aku salah. Dari awal, memang aku yang salah.


Aku tidak akan pernah mencoba menghapus perasaan ini. Aku hanya membiarkannya. Menghilang, ataupun bertambah. Aku memang bodoh. Rela menahan sakit hanya untuk mencintaimu.


Selamat atas kelulusanmu, Sayang. 

Senin, 20 Mei 2013

Mencintai Dalam Diam

Mencintai dalam diam, menyakitkan bukan?
Aku bukan takut bertanya padamu apakah kamu mencintaiku atau tidak.
Aku takut jawabanmu tidak sesuai dengan harapanku. Dan itu akan lebih menyakitkan.
Jadi lebih baik aku tidak pernah tahu, kan?
Memendamnya sendiri, jauh lebih baik. Perasaan ini tumbuh dengan pesat tanpa kubiarkan. Bagaimana aku bisa menghentikannya? Aku tidak pernah tahu jawabannya.
Aku masih mencintaimu dalam diam, meskipun menyakitkan.


Sampai pada akhirnya seseorang datang padaku; bukan kamu. Tetapi orang baru. Seseorang yang menyatakan perasaannya padaku, entah benar atau tidak akupun tidak tahu. Aku menerimanya. Aku mencoba membiarkannya masuk ke dalam hatiku. Tapi nyatanya, hanya kamu yang berhasil masuk tanpa memberikan sedikit ruang kosong untuk oranglain. Aku benci ini semua; membiarkanmu masuk dengan mudah, tapi sulit untuk melepasmu keluar dari ruang itu. Dan tentu saja, sulit menerima orang baru.



Ya, waktu. Mungkin aku membutuhkan waktu. Untuk bisa membiarkan kamu keluar dari ruang itu. Untuk bisa membiarkan orang baru masuk menggantikanmu. Waktu untuk berhenti mencintaimu dan mulai mencintainya. Semua butuh proses. Aku tidak akan semudah itu melupakanmu.
Aku hanya membutuhkan waktu, tapi bisakah dia menungguku? Seperti layaknya aku setia mengabdi pada luka ini dan setia menunggu perasaan untukmu ini hilang. Bisakah dia?



Karena, semua pasti berubah seiring berjalannya waktu. Aku hanya membutuhkan orang yang setia menungguku. Bukan orang yang mengorbankan banyak hal untukku, mendapatkanku, lalu aku dicampakkan. Bukan juga seseorang yang mencari pelarian.



Aku berharap, dia setia menungguku dan tidak meninggalkanku sepertimu.
Aku berharap, kamu cepat keluar dari ruang di hati ini.
Aku berharap, bisa berhenti mencintaimu dan bisa melepasmu.
Aku berharap, bisa berhenti mencintaimu dalam diam.
Aku berharap, alasan dari semua hal itu adalah Dia; orang baru.



Minggu, 19 Mei 2013

Candu Cintamu




Ingatan itu begitu lekat. Ingatan tentang dirimu. Saat kamu datang membawa sejuta harapan untukku. Aku pernah bertekad untuk mengunci rapat-rapat pintu hatiku, sampai pada akhirnya kamu datang dan dengan mudah membuka lebar pintu itu. Kamu masuk dengan mudahnya. Perasaan itu tumbuh begitu pesat. Mungkin ini terlalu cepat. Tapi sungguh, aku sadar bahwa perasaan ini tulus. Aku merasakannya lagi; jatuh cinta.


Mungkin aku yang salah di sini. Tidak seharusnya aku membiarkanmu masuk dengan mudahnya. Seharusnya aku menjaga pintu itu agar tidak ada seorangpun yang dapat merobohkan kembali benteng pertahanan diri ini. Tapi ketika kamu telah masuk, dan aku merasakan cinta lagi; semua begitu indah. Kamu dan hidupku.


Aku kembali menemukan titik terang. Hatiku tidak lagi mati rasa.
Kamu begitu banyak bercerita tentang dirimu, bukan?
Kamu pernah ingin memanggilku sayang, bukan? Tapi aku berfikir, ini pasti hanya lelucon.
Karena kamu begitu humoris, sampai-sampai aku tidak dapat membedakan mana yang bahan leluconmu dan mana yang serius.


Kini kamu telah pergi tanpa alasan.
Meninggalkanku.
Siapa aku? Aku tidak berhak mencegahmu. Aku tidak berhak marah kamu pergi tanpa alasan. Aku tidak berhak memintamu kembali.
Mungkin kamu hanya menganggapku sebagai teman. Ya, teman. Memang aku yang terlalu berharap lebih.


Aku hanya bisa melihatmu dalam ingatanku, dalam foto, dalam angan-angan.
Menyedihkan, bukan?
Tidakkah kamu merasakan hal yang sama?
Tidakkah kamu merindukanku?
Tidakkah kamu berniat kembali?
Tidakkah kamu berniat menjadikanku sebagai tujuanmu?
Tentu tidak.
Aku hanyalah seekor itik buruk rupa yang menginginkan seekor angsa yang sempurna.


Detik ini, airmataku kembali menetes. Mungkin aku terlalu berlebihan. Tapi jujur, aku merindukanmu. Ingatan tentangmu selalu berputar di kepalaku. Seperti film yang ditonton berulang kali.
Seharusnya, aku memang belajar untuk mengikhlaskanmu dan melupakan rasa ini. Bukan memendamnya dan membiarkan perasaan ini tumbuh.


Tapi, aku bisa apa? Semakin aku mencoba untuk melupakanmu, perasaan ini tumbuh lebih pesat tak terkendali. Aku sangat mencintaimu.

Sabtu, 18 Mei 2013

Merindukanmu

Salahkah bila aku merindukanmu? Mengenang memori-memori tentangmu, tentang kita. Saat-saat kita bersama, saat tubuhku kau rengkuh ke dalam pelukanmu. Salahkah bila aku masih mengharapkanmu? Salahkah aku bermimpi dapat memilikimu?


Dapatkah aku mencintaimu tanpa harus merasakan sakit yang teramat sangat?
Dapatkah aku memilikimu tanpa harus melepaskanmu?
Dapatkah kamu datang kembali kepadaku?
Ke tempat di mana kita berbagi hari-hari bersama.
Menghabiskan waktu bersama.
Seharusnya aku mengerti, jawabannya tentu tidak.


Aku terlalu egois untuk memendam perasaan ini tanpa pernah memberitahumu. Aku terlalu berpura-pura kuat ketika kamu pergi tanpa alasan. Aku terlalu bodoh untuk tidak mencegahmu. Tapi aku bisa apa? Aku tidak memiliki hak apapun, karena akupun tidak tahu atas nama apa hubungan kita ini.


Aku di sini. Merindukanmu. Tiada rindu yang kulewatkan tanpa meneteskan airmata. Kini, pipiku selalu basah oleh airmata ketika mengingatmu. Seperti hujan yang tak kunjung reda. Kamu adalah pawang hujan dalam hatiku. Penghibur dalam hidupku. Dan cahaya terang di dalam hatiku.

Ketika Aku Mulai Dapat Merasakan Cinta Lagi

Ruangan ini. Ruang dengan satu meja dan dua kursi panjang berhadapan. Ruangan yang sangat hampa sampai pada akhirnya di hadapanku, kamu duduk tenang. Mataku bertemu tatap dengan matamu. Penuh canda, dan tawa. Ruangan ini tidak sehampa dulu.


Sekian lama aku mengenalmu tanpa pernah bertemu tatap, dan akhirnya aku dapat merasakan tatapan matamu yang hangat. Merasakan nyamannya sentuhan jemarimu di sela-sela jemariku. Perhatian-perhatianmu lewat pesan singkat, lewat rangkulanmu, pelukanmu; apakah aku salah mengartikannya? Salahkah aku bila perasaan ini muncul begitu saja? Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa ini bukanlah cinta. Tapi mengapa aku begitu takut kehilanganmu? Akupun takut kamu akan menemukan pelabuhan cinta yang lainnya dan memilih untuk menghabiskan waktumu di sana.


Nyatanya, aku memang salah menafsirkan semua perhatianmu. Karena kini kamu telah pergi begitu saja, tanpa alasan dan ucapan selamat tinggal. Mengapa aku merasakan sakit yang amat dalam? Padahal aku selalu mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa ini bukanlah cinta. Tapi hatiku terasa amat sakit, dan tanpa sadar airmata ini kembali menetes. Hati ini kembali merasakan sakit yang luar biasa. Setelah sekian lama pipiku kering oleh airmata. Setelah sekian lama hati ini mati rasa. Namun, mengapa ketika aku mulai dapat merasakan cinta lagi, aku malah jatuh lagi & lagi?


Di sini. Di ruang hampa ini. Tempat di mana perasaan ini muncul dan tumbuh dengan pesat, aku duduk sendiri berharap kamu datang kembali. Memelukku lagi dan mengatakan bahwa kamu merasakan perasaan yang sama denganku. Tapi aku terlalu berharap lebih. Aku terlalu tinggi bermimpi. Seharusnya aku menyadari, kamu tidak akan pernah datang kembali. Karena, aku tidak berarti apa-apa untukmu.